Selasa, 22 Juli 2008

Surat Keputusan Dirjen Binapenta No. 186 tahun 2008 tentang Biaya Penempatan BMI tujuan Hong Kong adalah pro PJTKI/PJTKA dan anti BMI

Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia, pada tanggal 10 Juli 2008, menetapkan surat keputusan nomor 186/2008 tentang Komponen dan Besarnya Biaya Penempatan Calon Tenaga Kerja Indonesia Penata Laksana Rumah Tangga, Perawat Bayi, dan Perawat Orang Tua/Jompo Untuk Negara Tujuan Hong Kong.

Dalam surat keputusan tersebut, Pemerintah Indonesia memangkas biaya penempatan BMI tujuan Hong Kong dari Rp. 17.845.000 (prakteknya menjadi Rp. 25 Juta) menjadi Rp. 15.550.000 plus USD 15.

Surat Keputusan ini adalah surat keputusan ketiga yang dibuat pemerintah Indonesia melaui dirjen BINAPENTA tentang biaya penempatan bagi BMI tujuan Hong Kong sejak tahun 1999, yaitu SK No. B.603/1999 yang menetapkan biaya sebesar Rp 17.845.000, SK No. Kep.653/2004 yang menetapkan biaya sebesar Rp. 9.132.000, dan yang terakhir adalah SK No. 186/2008 yang menetapkan biaya penempatan sebesar Rp 15.550.000 plus USD 15

Pemerintah Indonesia Tidak memiliki Komitmen Politik Untuk Melindung BMI
Dikeluarkannya tiga surat keputusan tentang Biaya penempatan tersebut, menunjukan seolah-olah pemerintah Indonesia memperhatikan dan melindungi nasib dan kesejahteraan warga negaranya yang terpaksa menjadi pembantu rumah tangga di negeri orang. Namun kenyataannya, dikeluarkannya surat keputusan tersebut tidak lebih dari upaya meredam protes-protes yang dilakukan oleh BMI terutama di Hong Kong, tentang mahalnya biaya penempatan atau Overcharging yang semakin hari semakin membesar dan meluas.

Selain itu, dikeluarkannya beberapa Surat keputusan tentang biaya penempatan, membuktikan bahwa pemerintah Indonesia yang dipimpin rejim penjual rakyat SBY-Kalla ini, bahkan mengakui dan tidak lagi bisa berkelit bahwasanya BMI mengalami Overcharging atau exploitasi melalui biaya penempatan yang sangat mahal.

Namun, kepentingan pemerintah Indonesia untuk semakin menyempurnakan ekspor tenaga kerja melalui peningkatan drastis pengiriman BMI dan memaksimalkan potensi devisa negara melalui uang kiriman BMI, tidak bisa lagi ditutupi dari setiap kebijakan yang mereka buat.

Faktanya, walaupun pemerintah Indonesia telah menurunkan biaya penempatan bagi BMI tujuan Hong Kong melalui SK No. Kep.653 tahun 2004 yang memangkas biaya penempatan dari Rp. 17.845.000 menjadi Rp. 9.132.000, namun BMI tidak pernah merasakan perubahan tersebut, kenyataannya BMI di Hong Kong masih diwajibkan membayar biaya penempatan versi tahun 1999 sebesar Rp. 17.845.000 dan bahkan dengan alasan melibatkan perusahaan keuangan, biaya tersebut membengkak menjadi HK$21.000 atau sebesar Rp 25 Juta, yang dipungut melalui potongan 5-7 bulan gaji BMI hingga kini.

Sejak diterbitkannya SK tentang biaya penempatan bagi BMI di Hong Kong versi tahun 2004, yaitu sebesar Rp. 9.132.000, pemerintah Indonesia tidak pernah berupaya untuk merealisasikan keputusannya tersebut, mereka membiarkan PJTKI dan PJTKA melanggar SK tersebut, dengan tetap memaksa BMI membayar biaya penempatan versi tahun 1999.

Namun, setelah protes yang dilancarkan BMI meningkat dan membesar, pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan SK tentang biaya penempatan yang di tetapkan pada tanggal 10 Juli 2008, tanpa mampu menjelaskan tentang nasib SK tentang biaya penempatan yang mereka keluarkan pada tahun 2004 yang hingga kini tanpa realisasi.

Pemerintahan SBY-Kalla Anti kesejahteraan BMI
Selain persoalan tentang realisasi beberapa surat keputusan tentang penurunan biaya penempatan, juga terdapat persoalan besar didalam surat keputusan yang telah dikeluarkan pemerintah Indonesia.

Pada SK yang dikeluarkan pada tahun 1999, pemerintah memasukan beberapa kompenen biaya yang sangat tidak masuk akal, seperti biaya pemasaran, biaya pembuatan video, dan juga biaya pelatihan yang sangat mahal, sehingga kemudian biaya penempatan menjadi sebesar Rp. 17.845.000 ditambah dengan biaya komisi jasa keuangan seluruhnya kemudian menjadi Rp 25.000.000 uang yang terpaksa harus di bayar BMI, hanya karena miskin dan tidak dapat kesempatan berproduksi di Indonesia.

Sedangkan pada SK yang dikeluarkan pada tahun 2004, walaupun terlihat mengalami penurunan yang sangat drastis menjadi Rp. 9.132.000, namun belum terlihat upaya pemerintah untuk melindungi BMI, fakta ini terlihat dalam komponen yang harus dibayarkan BMI, pemerintah memasukan biaya tiket pesawat, pengurusan paspor, tes kesehatan dalam komponen biaya yang harus di bayar BMI kepada agency, yang jelas-jelas sudah diatur dalam kontrak kerja di Hong Kong, dan semua itu harus ditanggung majikan.

Dan pada SK yang ditetapkan 10 juli 2008 ini, biaya penempatan kembali melonjak secara drastis menjadi Rp. 15.550.000 plus USD15, dari jumlah tersebut, BMI harus menanggung biaya pelatihan dan sarananya sebesar Rp 11.200.000 diluar biaya jasa perusahaan sebesar Rp. 3.740.000 sehingga total biaya agency menjadi Rp. 14.940.000, fakta ini menunjukan, bila pemerintah mau melindungi BMI dengan menghilangkan beban biaya pelatihan, maka BMI hanya akan terbebani oleh biaya penempatan sebesar satu bulan gaji, dan itulah yang menjadi tuntutan BMI Hong Kong saat ini.

Dari seluruh kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Indonesia tentang biaya penempatan BMI, BMI selalu menjadi pihak yang paling dirugikan disaat pihak PJTKI dan PJTKA mendapatkan perlindungan untuk meraup sebanyak-banyaknya keuntungan dari proses ekspor tenaga kerja ini.

Untuk itulah, menyikapi ditetapkannya SK No. 186/2008 tentang Komponen Biaya Penempatan Calon Tenaga Kerja Indonesia Penata Laksana Rumah Tangga, Perawat Bayi, dan Perawat Orang Tua/Jompo untuk negara tujuan Hong Kong, kami, Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia di Hong Kong (ATKI-HK) bersikap

1. Bebaskan BMI dari biaya pelatihan
2. Berikan BMI hak melakukan Kontrak Mandiri (direct Hiring)
3. Tetapkan Biaya penempatan maksimal sebesar 1 bulan gaji



Hong Kong, 22 Juli 2008


Eni Lestari Andayani
Ketua ATKI-HK



Tidak ada komentar: